Menulis Ringankan Tugas Dokter Jiwa

Sabtu, 30/11/2013 21:20:27 | Shodiq Ramadhan | Dibaca : 52


Ilustrasi: Menulis.


Salah satu dari sepuluh filsafat Ali Bin Abi Tholib adalah “Guru terbaik adalah pengalaman”. Di dalam kehidupan setiap orang mempunyai pengalaman, baik setiap tahun, bulan, hari, jam, bahkan detik . Dan setiap pengalaman mempunyai hikmah, entah disadari ataupun tidak. Itulah sebabnya guru terbaik adalah pengalaman. Bertitik tolak dari ihwal tersebut, mengapa kita tidak menuliskan pengalaman kita?


Pengalaman hidup itu tidak tetap seperti berjalan di tempat. Ada lika-liku yang pada umumnya dianggap orang sebagai masalah. Namun, yang disebut masalah tersebut bukanlah masalah tetapi tantangan. Dan dalam menghadapi tantangan tidak semudah menyisir rambut lurus yang halus, tetapi ada juga yang menghadapi tantangan layaknya menyisir rambut yang kasar sampai sisirnya tersangkut di rambut sehingga harus melibatkan berbagai pola menyisir agar dapat merapikan rambutnya lagi. Salah satu dari berbagai sikap seseorang dalam meghadapi tantangan atau ujian dari sang maha Pencipta adalah gila. Orang tersebut menganggap tantangan atau ujian yang harus dilaluinya sangat berat sampai-sampai dia mengembankan amanat kepada dokter jiwa untuk merawat kejiwaannya. Padahal Allah SWT berfirman di dalam surat Al-Baqarah ayat 286 yang artinya “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”


Mengapa menulis dapat meringankan tugas dokter jiwa? Jawaban yang tepat adalah karena dengan menuliskan pengalaman yang dianggap sebagai tantangan atau ujian yang berat itu kita dapat menciptakan ending sesuai yang kita inginkan.


Contohnya adalah ketika seorang anak kelas akhir (VI SD, IX SMP, atau XII SMA) menunggu pengumuman kelulusan Ujian Nasional. Anak tersebut bisa menuliskan pengalamannya tersebut dengan menciptakan ending yang diharapkannya dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, dapat menumbuhkan keyakinan anak tersebut dalam penantiannya.


Contoh yang lain pada umumnya adalah seseorang yang galau diputus pacarnya. Daripada membebani pak dokter jiwa untuk menanganinya, lebih baik menuliskan pengalamannya ketika diputus pacarnya tersebut dengan ending yang membuat hatinya berbunga-bunga. Misalnya saja, alasan pacarnya memutuskannya adalah karena pacarnya ingin menikahinya, bukan karena sudah tidak cocok lagi dengannya. Dan akhirnya dia dan pacarnya menikah sampai akhirnya mempunyai buah hati.


Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa salah satu manfaat dari menulis adalah meringankan tugas dokter jiwa dan mengurangi prosentase banyaknya pasien rumah sakit jiwa. Dengan menuliskan pengalaman-pengalaman hitamnya dengan menciptakan ending yang putih sebagai hikmah dari pengalaman-pengalamannya.


“Kalau engkau bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis” (Imam Al-Ghazali)


Mavalda Junia Sahanah


Baca Juga



  • Mesir Sahkan UU yang Membatasi Unjuk Rasa

  • Mabes TNI tidak Keberatan Tentara Wanita Berjilbab

  • Saatnya Tentara Wanita juga Berjilbab

  • Memilih Pemimpin dan Wakil Rakyat

  • Panggilan dari Lereng Sinabung


Source: http://www.suara-islam.com/read/index/9148



0 Response to "Menulis Ringankan Tugas Dokter Jiwa"

Posting Komentar

Bagaimana menurut kamu??? hmmmmmmmm @_^;