Perda Miras : Umpama Ayam Tak Lagi Bertaji, Umpama Harimau Sudah Ompong

Sabtu, 30/11/2013 22:13:31 | Shodiq Ramadhan | Dibaca : 50


Ilustrasi: Miras yang dijual di sebuah swalayan kecil.


Ngawi (SI Online) – Peraturan Daerah tentang minuman keras (Perda Miras) di sejumlah daerah di wilayah Provinsi Jawa Timur, hanya mengatur tentang pengawasan dan pengendalian terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol. Rata-rata tidak menindak tegas para pelanggarnya.


“Kalau saja itu ayam, ya tidak bertaji. Kalau saja itu harimau, ya sudah ompong tak bertaring lagi. Itulah Perda Miras,” kata Maryoto, politisi dari sebuah partai Islam yang juga Ketua Komisi I di DPRD Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.


Di wilayah Ngawi ini, pada Senin (25/11) dikejutkan kabar, DS (belum 18 tahun) seorang pelajar sebuah SMA di Kecamatan Kedunggalar, kedapatan tewas gantung diri. Penyebabnya, saat itu DS sudah sangat mabuk dan orang tuanya tidak memberi uang untuk melanjutkan pesta minum miras.


Di bagian lain Maryoto membenarkan, dalam Perda tersebut memang tidak mengatur adanya penindakan tegas. Namun, Perda dan aturan di atasnya yang menjadi rujukan, mengatur minuman beralkohol hanya boleh dikonsumsi seseorang dengan usia minimal 25 tahun, bukan oleh remaja/pelajar usia belasan tahun. Kenapa Perda menjadi mandul, layaknya ayam tak bertaji atau bahkan harimau ompong tak bertaring? Agaknya, karena tidak mengatur tindakan tegas, bahkan lebih dari itu aturan di atasnya, yang diantaranya menjadi rujukan, telah pula dibatalkan.


Perda tentang Miras di wilayah ini, adalah Perda No 10 tahun 2012. Dalam penyusunannya, mendasar pada aturan yang lebih tinggi di antaranya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Mahkamah Agung pada 18 Juni 2013 lalu, telah membatalkan Keppres itu. Pembatalan itu, meluluskan permohonan Front Pembela Islam (FPI).


Kehilangan Dasar


Senin, 8 Juli 2013, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, kepada wartawan yang menemui di komplek kantor Presiden mengungkap, setelah pembatalan tersebut, terjadi kekosongan rujukan atau dasar pijakan Pemerintah Daerah dalam membuat Peraturan Daerah. Selama ini evaluasi penyusunan dan pelaksanaan Perda tentang Miras selalu merujuk dan bahkan mendasar pada Keppres tersebut. Setelah Keppres tentang Miras dibatalkan, konsekuensinya semua Perda tentang Miras juga harus dibatalkan, karena sudah kehilangan salah satu dasar penyusunannya.


Lain halnya dengan wilayah Kabupaten Magetan, masih di Jawa Timur. Di wilayah ini penyidik Kepolisian menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Namun, peraturan ini terbatas. Dapat menimpakan sanksi hukuman hanya terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam perdagangan miras dengan tanpa izin.


Dibanding dengan pasal 2 Staatsblaad Nomor 337/1945 tentang bahan berbahaya, yang hanya mengancam hukuman tiga bulan kurungan—yang termasuk Tindak Pidana Ringan— Permenkes masih lebih efektif, dengan ancaman hukuman yang lebih berat. Tetapi haruslah diloloskan, jika peredaran dalam jaringan perdagangan tersebut ternyata dapat menunjukkan surat perizinan lengkap.


Terlepas dari kelemahan Permenkes, pihak Kepolisian wilayah Kabupaten Magetan, menjadikan dasar untuk operasi menjaring peredaran miras antar daerah. Di Desa/Kecamatan Bekonang, Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah terdapat sentra industri alkohol rumahan, yang juga dapat menghasilkan miras (yang disebut sebagai Arak Jawa). Peredarannya hingga ke wilayah Jawa Timur, salah satu pintu masuknya di wilayah Kabupaten Magetan, melalui jalan tembus melintasi gunung Lawu. Tetapi, jika salah satu dasar penyusunan Permenkes adalah Keppres No 3 tahun 1997; Kepolisian juga tidak lagi dapat mengambilnya sebagai dasar menindak para pihak yang terjaring operasi peredaran miras.


Tenggat 10 Desember 2013


Pertimbangan FPI mengajukan permohonan pencabutan Keppres No 3 tahun 1997 ke Mahkamah Agung, karena Keppres ini justru menjadi tembok penghalang bagi Pemerintah Daerah yang hendak total memerangi peredaran, perdagangan dan penggunaan minuman keras. Perda yang terbit, demikian tumpul; tak bertaji, ompong dan mandul. Karena dasar rujukan yang digunakan (Keppres 3/1997), memang hanya sebatas “mengawasi” peredaran dan perdagangannya.


Dikutip Tribunnews.com, Kamis (28/11), pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra yang berbicara di Workshop Edukasi Media Anti Alkohol di Hotel Royal, Kuningan Jakarta Selatan menunjuk, setelah pencabutan Keppres tentang Miras oleh Mahkamah Agung, Pemerintah memiliki waktu hingga 10 Desember 2013 untuk membuat dan menerbitkan Keppres pengganti (yang oleh FPI, diharapkan dapat lebih tegas dari Keppres sebelumnya, Red).


“Dalam kaitan masalah miras ini, idealnya memang diatur oleh sebuah Undang-Undang. Tetapi untuk menyusun Undang-Undang hingga dapat diundangkan, belum tentu selesai dalam waktu setahun. Pilihannya; Keppres, yang memungkinkan untuk dapat segera diterbitkan,” paparnya.


Ditambahkan, Keppres atau bahkan Undang-Undang, hanya mengatur hal-hal yang prinsip dan pokok. Sedang implementasinya di serahkan ke daerah untuk dituangkan dalam perda. “Aturan pokok dan prinsip, diatur oleh Pemerintah Pusat (melalui Keppres), sedang daerah melalui Peraturan Daerah berwenang menjabarkan lebih detil diantaranya; berkaitan dengan klasifikasi barang, produksi, peredaran dan penjualannya (misalnya ada keharusan memasang label yang bertuliskan “Barang Dalam Pengawasan”), kemudian berbagai mengatur pula berbagai bentuk larangan dan ancaman pidana maupun perdatanya.


Rep : Muhammad Halwan / dbs


Baca Juga


Source: http://www.suara-islam.com/read/index/9153



0 Response to "Perda Miras : Umpama Ayam Tak Lagi Bertaji, Umpama Harimau Sudah Ompong"

Posting Komentar

Bagaimana menurut kamu??? hmmmmmmmm @_^;