Ketika Istri Haid, Tetaplah Bersama Istri


Di Balik Tirai Kamar


Sabtu 26 Muharram 1435 / 30 November 2013 06:31


ADA anggapan bahwa ketika istri haid, maka suami harus “puasa berjima” untuk sementara waktu. Benarkah demikian? Bagaimana Islam yang sempurna mengatur hal ini?


Anas bin Malik menceritakan,


أن اليهود كانوا إذا حاضت المرأة فيهم لم يؤاكلوها ولم يجامعوهن في البيوت فسأل الصحابة النبي صلى الله عليه وسلم فأنزل الله تعالى : ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض…


Sesungguhnya orang yahudi, ketika istri mereka mengalami haid, mereka tidak mau makan bersama istrinya dan tidak mau tinggal bersama istrinya dalam satu rumah. Para sahabatpun bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian Allah menurunkan ayat, yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah bahwa haid itu kotoran, karena itu hindari wanita di bagian tempat keluarnya darah haid,” (HR. Muslim 302).


Nah, bagaimana ketika istri haid sementara dengan dalih nafsu syahwat yang menggelora, suami kemudian melakukan aktivitas jima sendirian tanpa istri alias, maaf, bermasturbasi?


Memahami hal ini, selayaknya suami tidak perlu risau ketika istrinya haid. Dan jangan sekali-kali melakukan onani tanpa bantuan tubuh istri. Mengeluarkan mani dengan selain tubuh istri adalah perbuatan yang terlarang, sebagaimana firman Allah ketika menyebutkan kriteria orang mukmin yang beruntung,


وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ( ) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ( ) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ


Orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Mukminun: 5 – 7)


Di antara sifat mukminin yang beruntung adalah orang yang selalu menjaga kemaluannya dan tidak menyalurkannya, selain kepada istri dan budak wanita. Artinya, selama suami menggunakan tubuh istri untuk mencapai klimaks syahwat, maka tidak dinilai tercela. Berbeda dengan “orang yang mencari selain itu”, baik berzina dengan wanita lain, atau menggunakan bantuan selain istri untuk mencapai klimaks (baca: onani), Allah sebut perbuatan orang ini sebagai tindakan melampaui batas.


Dengan demikian, suami masih bisa melakukan apapun ketika istri haid, selain yang Allah larang dalam Al-quran, yaitu melakukan hubungan intim.


Suami bisa bermesraan dan bercumbu dengan istri selain di daerah antara pusar sampai lutut istri ketika haid. Interaksi semacam ini hukumnya halal dengan sepakat ulama. A’isyahradhiyallahu ‘anha menceritakan,


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حِضْتُ يَأْمُرُنِي أَنْ أَتَّزِرَ، ثُمَّ يُبَاشِرُنِي


Apabila saya haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku. (HR. Ahmad 25563, Turmudzi 132). [sumber: Konsultasi Syariah]


Redaktur: Saad Saefullah


Source: http://www.islampos.com/ketika-istri-haid-tetaplah-bersama-istri-88407/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=ketika-istri-haid-tetaplah-bersama-istri



0 Response to "Ketika Istri Haid, Tetaplah Bersama Istri"

Posting Komentar

Bagaimana menurut kamu??? hmmmmmmmm @_^;